AR (kanan) pelajar yang mencuri pulsa dan voucher melalui sistem komputer.
SURABAYA, KOMPAS.com -
AR (17), remaja peretas (hacker) asal Sangatta Utara, Kutai Timur,
Kalimantan Timur, mengaku belajar menjadi peretas secara otodidak.
Dia mengaku tidak pernah mengikut pendidikan atau materi khusus soal hacking. Dia belajar sendiri sambil menunggu warnet. Itu terjadi sejak empat tahun lalu, ketika dia masih duduk di bangku SMP.
Dia
ditangkap di rumahnya di Sangatta pada 2 April 2014 karena telah
membobol sistem keamanan dua perusahaan di Surabaya dengan cara
meretasnya dari komputer warnet di Jalan Yos Sudarso, Sangatta. Dua
perusahaan itu adalah agen pulsa PT CTC, dan perusahaan penjualan voucher game online PT Creon Indonesia.
“Dari
dua perusahaan itu totalnya saya mengambil Rp 17 juta. Ada Rp 7 juta
untuk voucher game online, dan sisanya dari agen pulsa itu,” jawab AR
saat ditemui di Polda Jatim, Surabaya, Kamis (17/4/2014).
Pembobolan
sebanyak itu tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali. Terhitung,
sampai 30 kali dia masuk ke sistem keamanan dua perusahaan itu dan
mencurinya.
Bagaimana
caranya? Pelajar jurusan Teknik Alat Berat ini menceritakan bahwa
mulanya dia hanya iseng-iseng. Kemudian, dengan kemampuan yang
dimiliknya, dia berhasil masuk ke data base perusahaan itu. Ini karena
dia menganggap bahwa sistem keamanannya lemah.
Begitu
masuk ke dalam database, dia menemukan ID dan password. Dengan itulah,
dia dengan mudah mengambil voucher game online, maupun mengambil pulsa
dari agen besar itu. Pulsa dan voucher itu kemudian dijual ke pihak
lain. Uangnya, sebagian untuk jajan dan main game online, sebagian lagi
untuk belismartphone.
AD
sejak kecil sudah terbiasa di warnet. Meski di rumah tidak punya
komputer atau laptop, sejak SMP dia sudah mahir merangkai, dan
membutulkan peralatan-peralatan elektronik. Seperti komputer, laptop dan
sebagainya yang rusak, mampu dibenahinya.
Sampai akhirnya, dia tertarik untuk belajar menjadi hacker. Semakin hari, dia semakin piawai. Dan bakatnya semakin tersalurkan setelah dia bergabung dengan sebuah komunitashacker yang ada di Sangatta. “Memang, saya juga ikut dalam salah satu komunitas (hacker) di sana,” jawabnya.
Sayang,
kemampuannya itu disalahgunakan sehingga dia harus mendekam di dalam
penjara setelah ditangkap petugas Subdit II Perbankan Ditreskrimsus
Polda Jatim dalam dua kasus pembobolan tersebut.
Menurut
Juru Bicara Polda Jatim, Kombes Pol Awi Setiyono, penangkapan ini
dilakukan petugas setelah melakukan menerima laporan dari korban. Dalam
laporannya, korban mengetahui servernya kebobolan pada 8 dan 21 Februari
2014.
Sistem
kemanan server ditembus oleh pelaku kemudian pulsa yang ada di dalamnya
banyak dikirim ke nomor-nomor ponsel yang tidak masuk dalam daftar
pembeli. “Berdasar laporan itulah, petugas melakukan penyelidikan. Dan
melakukan penangkapan setelah memastikan bahwa pelakunya memang dia,”
jawab Awi.
Akibat
perbuatannya, pelajar SMK kelas XI di Singatta itu terancam bakal
mendekam di dalam penjara selama 13 tahun. Dia dijerat dengan pasal
berlapis. Yakni pasa 30 ayat 3 junto pasal 46 ayat 3 UU nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan anaman hukuman
penjara delapan tahun dan atau denda Rp 800 juta. Serta dijerat pasal
362 KUHP dengan ancaman hukuman penjara selama lima tahun dan atau denda
Rp 60 juta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Posting Komentar